membumikan gerakan ilmu dalam muhammadiyah

Sumber: Kompas, 2 November 2010
Judul Buku: Membumikan Gerakan Ilmu Dalam Muhammadiyah
Peresensi: Ahmad Hasan MS
Penerbit: Pustaka Pelajar Yogyakarta
Cetakan: 1, 2010
Tebal: 231 halaman
Alfin Toefler dalam bukunya Power Shift menyatakan bahwa kekuatan yang paling dahsyat, canggih dan kuat bukan semata dari fisik ataupun mesin yang modern, akan tetapi kekuatan yang tiada tandingannya adalah kekuatan yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan system yang maju. Analisis Toefler itu menunjukkan betapa ilmu pengetahuan merupakan kunci utama untuk menapaki abad 21. Benar pula apa yang dikatakan mantan Presiden RI, B.J Habibie bahwa ilmu adalah modal utama untuk merebut masa depan yang cerah bagi bangsa Indonesia tercinta ini.
Gerakan ilmu adalah gerakan pencerdasan dan pencerahan bagi peradaban. Gerakan itu pula yang digagas dan diperjuangkan Muhammadiyah yang baru saja menjalankan Muktamar satu abad di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Jauh-jauh hari, KH Ahmad Dahlan, sang Founding Fhaters Muhammadiyah sudah merintis dengan mendidik warganya di perkampungan Kauman Yogyakarta. Perlahan tapi pasti, sepeninggal KH Ahmad Dahlan, lembaga pendidikan berpayung Muhammadiyah berkembang dengan pesat. Ribuan sekolah se Indonesia mulai dari SD, SMP, SMA berdiri dengan pesatnya. Demikian pula, ratusan perguruan tinggi berdiri dengan megah lengkap dengan fasilitasnya yang modern dan berkwalitas.
Buku ” membumikan gerakan ilmu dalam Muhammadiyah” berusaha memotret perjuangan Muhammadiyah dalam memajukan negeri ini. Buku bernada reflektif hasil kumpulan tulisan ini menegaskan bahwa gerakan ilmu merupakan kunci utama dalam era globalisasi ini. Ahmad Syafi’I Ma’arif dalam kata pengantarnya menegaskan bahwa gerakan ilmu sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk merebut masa depan bangsa yang gemilang. Gerakan ilmu, lanjutnya- adalah gerakan masyarakat yang gemar terhadap kegiatan membaca, menulis, berfikir dan bertindak secara efektif dan efisien.
Namun, menurut Ahmad Syafi’I Maarif, kesadaran bangsa Indonesia terhadap pentingnya gerakan ilmu masih lemah. Tingkat konsumsi membaca buku masih rendah. Terlebih terhadap kemampuan menulis dengan baik, juga malah lebih rendah lagi. Masalah lebih kompleks lagi tatkala melihat tingkat buta aksara masih tinggi ditambah dengan tingkat anak yang putus sekolah banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Selanjutnya, dalam bagian pertama, M. Husnaini menganalisis mengutip dari pendapat Paul Kennedy dalam karyanya Preparing For The Twentieth Century (1993) terkait pentingnya ilmu. Husnaini menulis, mengapa Negara-negara Afrika Barat seperti Nigeria, Sierra Leone dan Chad tetap saja miskin dan dirundung malang, sementara Negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan melesat begitu cepat?. Perbedaan amat mencolok itu ternyata terletak pada kualitas sumber daya manusia di antara keduanya. Sementara jika ditelusuri, factor penentu kualitas sumber daya manusia itu hanyalah satu, yaitu ilmu pengetahuan.
Itulah sebabnya, menurut Husnaini, bangsa Indonesia harus mau bersusah payah dalam mencari dan menggali ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Muhammadiyah sebagai organisasi yang bervisi islam Rahmatan Lil Alamin harus terus menerus berjuang melawan kebodohan dengan concern gerakan ilmu. Benar apa yang dikatakan A. Syafi’I Maarif, “ Tidak ada jalan lain untuk bersikap setia kepada gagasan islam yang berkemajuan, kecuali mau belajar dan membuka diri selebar-lebarnya, selebar kehidupan itu sendiri.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar